Rabu, 07 April 2010

UNAS (Ujian Nasional)

UNAS (Ujian Nasional)! Masih efektif? Sebuah pertanyaan yang masih belum terjawab hingga kini. Kenapa bisa begitu? Mari kita ulas bersama. UNAS yang selalu menjadi momok untuk siswa/i yang duduk di bangku kelas 3 SMP atau 3 SMA.

Kenapa harus jadi momok? Ya, karena ketentuan pemerintah setiap tahunnya selalu berubah-rubah. Selalu ada perubahan yang tidak menentu. Yang membuat siswa/i kalang-kabut. Siswa/i menjadi bahan percobaan seperti kelinci yang tidak berdaya. Sungguh miris.

UNAS yang setiap tahun diadakan untuk menentukan kelulusan sesorang sebenarnya sangat tidak efektif! Tidak realistis! Tidak adil! Kenapa saya berkata seperti ini? Karena saya pun mengalaminya.

UNAS hanya mengujikan 3 mata pelajaran. Mungkin tahun ini menjadi 4 mata pelajaran. Bayangkan! Hanya 4 dari sekian mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa/i di Sekolahnya yang diujikan. Adilkah? Menunjukkan kemampuan seseorang yang sebenarnyakah? Jelas tidak!

Hanya dalam waktu 3 atau 4 hari seseorang ditentukan nasibnya. Padahal, seorang siswa/i berjuang selama 3 tahun untuk meraih impiannya. Malah ditentukan hanya dalam waktu yang relatif singkat. Sungguh tidak adil!

Mari kita mencoba untuk berpikir realistis dan logika, teman. Pada saat kita melaksanakan UNAS, mungkin saja keadaan fisik, psikis, dan otak kita sedang blank. Otomatis, kita tidak dapat fokus dan maksimal mengerjakan soal-soal tersebut dan hasilnya tidak memuaskan. Padahal, aslinya kita adalah seorang yang cukup pintar. Seperti itu bukan?

Malah, teman-teman kita yang mungkin, standar kemampuannya di bawah kita, mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. God! Sama sekali tidak adil! Menyakitkan? Kecewa? Pasti!

Apa pernah terbesit di pikiran kita seperti itu? Aku berharap begitu. Tapi kenapa Pemerintah kita tetap saja menjalankan program tersebut? Itulah Indonesia! Tidak mau tahu! Tidak mau mencoba untuk berpikir global! Tidak mau mencoba untuk lebih baik dan maju! Kasian? Sangat kasian!

Apa yang bisa kita perbuat dengan terus dilaksanakan UNAS hingga detik ini? Aku juga bingung harus berkata apalagi. Karena aku bukan siapa-siapa. Hanya berusaha untuk share bersama kalian. Pelajar Muda Berbakat Indonesia.

Mungkin sekarang, detik ini, kita hanya berusaha untuk ikhlas menerima kenyataan bahwa Pemerintah kita tetap melaksanakan UNAS. Berusaha untuk terus belajar semaksimal mungkin, untuk menggapai impian kita masing-masing. Berusaha untuk menjadi pelajar yang mau belajar untuk terus maju dan lebih baik dari kemarin.

Tapi nanti, ketika kita yang akan menyetir Indonesia. Ketika kita yang akan menjadi penerus Bangsa ini. Kita harus melihat ke masa depan. Melihat Negara-Negara yang telah maju dengan segala kemegahan dan kehebatan mereka. Kita harus dan pasti akan menyusul mereka. Kita akan menunjukkan, bahwa Indonesia adalah sebuah Negara yang patut dipandang!

Dengan cara apa? Dengan menghilangkan UNAS! Mengganti dengan sistem yang lebih real,adil&efektif. Mencoba untuk berpikir global. Setuju? Semoga begitu. Selamat berjuang menjadi Pelajar yang sukses, Teman.

Mengenal Masa Remaja Siswa :)

Siswa SMP merupakan siswa yang sedang masa-masanya ingin mengenali dirinya sendiri, selain itu bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah, karena pada waktu itulah mereka akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki masa dewasa, atau yang disebut dengan masa remaja.

Masa remaja ini justru merupakan masa yang rentan, karena apabila anak salah bergaul maka celakalah mereka dalam menghadapi masa depannya, anak menjadi tidak stabil emosionalnya, oleh karena itu diharapkan masa remaja yang setiap orang akan melintasinya, diwarnai dengan nuansa keindahan atau bahkan akan memiliki kemampuan keterampilan sosial dalam kehidupan sehari-harinya.

Masa remaja dikenal dengan masa yang terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase (Monks, 1985), fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 1-0 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun) masa remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun) dan di antaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya.

Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-¬organ seksual) dan psikis terutama emosi.

Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-¬aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.

Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.

Mengingat masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki keterampilan sosial atau yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional keterampilan sosial ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan menipu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.

Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.

Kecerdasan emosional nampak terlihat pada kemampuan merasakan, memahami dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut pemilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari, dan intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pandai menggunakan emosi. Semoga***